Memahami Tingginya Suku Bunga Perbankan Indonesia

Hingga saat ini suku bunga acuan Bank Indonesia bertengger di tingkat 6,5%. Suku bunga BI ini lebih rendah ketimbang awal tahun 2016 yang bernilai 7.25%. Namun  suku bunga dasar kredit (SBDK) beberapa perbankan di Indonesia rata-rata masih di atas 10% untuk kredit korporasi, ritel, KPR, maupun non KPR. Sbdk ini tergolong tinggi untuk kawasan Asia Tenggara. Sebagai perbandingan SBDK di perbankan Malaysia, Singapura, dan Filipina berturut-turut adalah 4,4%, 2,5%, dan 5,5% (Apindo: 2016). Mengapa SBDK perbankan masih tinggi? Penetapan bunga dasar kredit yang ditetapkan oleh perbankan terdiri atas tiga komponen yaitu: (1) cost of fund (biaya dana) (2) biaya operasional (3) Laba yang diinginkan. Biaya dana ini sama dengan harga pokok bahan baku jika diasosiasikan dengan dunia perdagangan. Fungsi dasar dari perbankan adalah untuk menjadi penengah antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana. Pihak yang kelebihan dana akan menyimpan kelebihannya di bank dengan harapan akan mendapatkan keuntungan dalam menyimpan berupa tingkat suku bunga. Sementara pihak yang kekurangan dana dan berharap pinjaman dari bank akan dikenakan harga (suku bunga kredit) yang tentunya di atas tingkat suku bunga simpanan. Perbedaan antara  tingkat suku bunga kredit dan tingkat suku bunga simpanan inilah yang menjadi keuntungan bagi bank dalam bisnis yang digelutinya. Keuntungan tersebut yang kemudian digunakan untuk membiayai kegiatan operasional dan juga membagi laba kepada baik stakeholder maupun shareholder.

Beberapa alasan masih tingginya tingkat suku bunga perbankan di Indonesia adalah sebagai berikut: (1) Tingginya cost of fund (2) Tingginya biaya operasional (3) Tingginya Net Interest Margin (NIM) (4) Tingginya tingkat inflasi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Untuk alasan yang terakhir ini walaupun hingga Agustus 2016 tingkat inflasi Indonesia berada di level 2,79% namun 2-3 tahun sebelumnya angka inflasi Indonesia menyetuh tingkat 7%. Oleh karena itu Bank Indonesia belum luwes dalam mentransmisikan penurunan suku bunga karena rendahnya inflasi saat ini sejalan dengan resesi ekonomi global dan bukan disebabkan efektifnya perekonomian Indonesia.

Penetapan suku bunga yang tinggi akan melemahkan keinginan dunia bisnis untuk melakukan ekspansi. Sementara itu angka inflasi yang rendah mencerminkan–salah satu– indikasi bahwa saat ini masyarakat cenderung mengurangi pembelanjaan uang dan memilih untuk menyimpan atau menahan belanjanya. Kondisi ini menyebabkan terjadinya stagnansi, tidak ada yang mau memproduksi dan tidak ada yang hendak mengkonsumsi. Oleh karena itu pemerintah harus membuat kebijakan untuk menggerakkan kembali perekonomian. Salah satu yang bisa dilakukan dengan melihat kondisi saat ini adalah dengan melakukan kebijakan untuk menurunkan suku bunga secara bertahap. Turunnya suku bunga diharapkan akan membuat dunia usaha tertarik untuk menggunakan pinjaman dengan “harga” yang murah ini dan berimbas pada bertumbuhnya ekonomi.

Saat ini salah satu bank BUMN milik Indonesia sudah mulai menetapkan SBDK single digit untuk produk Kredit Usaha Rakyat (KUR). Suku bunga yang ditetapkan adalah sebesar 9%, jauh lebih rendah ketimbang bank-bank lain yang saat ini masih berada di atas 10% untuk jenis kredit yang sama. Diharapkan dengan adanya penyediaan pinjaman yang murah ini akan membuat pasar menuju titik keseimbangan baru dan memaksa bank lain untuk menurunkan suku bunga kreditnya. Kebijakan lain yang bisa dilakukan untuk menurunkan SBDK perbankan di Indonesia adalah dengan melakukan efisiensi pada salah satu komponen pembentuk tingkat suku bunga yaitu biaya operasional. Namun efisiensi yang dimaksud bukan bermakna mengurangi kualitas layanan perbankan, melainkan berupaya untuk menemukan alternatif pengeluaran yang lebih murah.  Salah satu upaya yang dilakukan oleh perbankan untuk menurunkan komponen biaya operasional ini adalah dengan membentuk branchless banking, yaitu bentuk pelayanan perbankan dengan menjadikan agen sebagai perwakilan bank. Sehingga bank yang ingin membuka cabang di daerah tertentu (terutama daerah terpencil dan tidak terjangkau oleh perbankan) tidak perlu membuka fisik kantor cabang yang tentunya akan menghabiskan biaya yang tidak sendiri. Dengan adanya upaya-upaya diatas diharapkan perbankan di Indonesia bisa menurunkan SBDK nya yang selama ini memang tinggi yang berakibat terhambatnya ekspansi dunia usaha di Indonesia dan berujung pada stagnansi pertumbuhan ekonomi.

Leave a comment