Birth of Alkhalifi (Part I)

 

Usai CTG diketoklah palu keputusan bahwa dalam waktu 8 jam operasi sectio caesar harus dilakukan. “Kok harus caesar sih? Bukannya masih bisa normal?” Protes saya. Namun ucapan suster membuat kami mau tidak mau harus mempersiapkan mental untuk menjalani rencana paling terakhir, yaitu operasi sectio caesar. “Iya pak, karena Ibu sudah ketuban pecah dini sehingga dalam waktu 8 jam sudah harus bisa melahirkan atau nanti ada resiko” begitulah ucapan suster kepada kami.

 

Pagi hari Selasa tanggal 5 Juli 2016, Kami berencana untuk menonton film yang baru saja tayang di bioskop yaitu “Sabtu Bersama Bapak”. We both love the novel and by the time the official movie was released, we are so excited to watch it. Namun sebelum pergi ke bioskop, Kami sudah dijadwalkan untuk melakukan pemeriksaan CTG kandungan di RSIA Kemang Medical Care. Dengan hati berbunga (karena kami akan menonton setelah itu), kami berangkat. Alloh Subhanahu wa ta’ala berkehendak lain, Dia memiliki rencana yang lebih indah bahkan terindah. Setelah sedikit diskusi dengan suster dan pihak rumah sakit yang berujung pada keputusan observasi 8 jam dan harus melahirkan hari itu juga, istri saya masih sempat bertanya “Jadi saya sudah gak boleh ke bioskop lagi nih suster?”, sebuah pertanyaan lucu bagi pihak rumah sakit tapi tidak untuk kami yang memang sudah kebelet banget mau nonton.

Continue reading

Jalan-Jalan Ke Malang & Batu (Bagian 2)

Halo, jumpa lagi dengan tulisan saya yang kali ini menceritakan perjalanan ke Batu-Malang. Cerita sebelumnya bisa dibaca disini. Pada cerita sebelumnya, kami (Red- Saya dan istri) akhirnya memutuskan naik travel. Tapi yang namanya travel, mereka tetap menunggu beberapa penumpang sampai akhirnya satu mobil penuh. Akhirnya kami baru berangkat meninggalkan bandara Juanda jam 21.00. Gak kebayang gimana capeknya kami nunggu, karena kami memang sudah tak sabar sampai ke hotel untuk istirahat. Perjalanan dari bandara Juanda ke kota Malang kurang lebih 2 jam, namun karena saya dan istri nginep di kota Batu maka waktu tempuh total adalah 2,5 jam. Continue reading

Jalan-Jalan Ke Malang & Batu (Bagian 1)

Udah lama gak tulis-menulis di blog, karena memang tidak terlalu banyak yang mau diceritain. Tapi untuk kali ini ada banyak yang mau saya ceritain. Tema tulisan kali ini adalah Jalan-jalan ke Malang & Batu. Yap, sejak tanggal 8-12 Maret 2013, saya dan istri merencanakan untuk liburan ke kota yang kabarnya menempati urutan pertama kota layak huni di Indonesia. Sebenarnya liburan ini kurang terplanning dengan matang, karena waktu memplanning saya dan istri Cuma 1 hari sebelum hari-H. Tapi justru yang tidak terplan inilah yang menjadikan liburan ini begitu berkesan. So lets get started Continue reading

Kepedesan di Kendari

Balik lagi dengan kisah-kisah saya dalam perjalanan ke Kendari. Tulisan ini masih tentang review kuliner yang sebelumnya saya sudah ulas disini. Nah kali ini adalah tulisan yang tepat untuk anda pecinta se-sambal-an.

Di buku Naked Traveler, Trinity pernah menulis “Semakin ke timur Indonesia, rasa cabe semakin pedas”. Tulisan tersebut sangatlah terbukti kebenarannya. Sewaktu pertama kali ke pasar tradisional di Kendari, saya mencolek istri saya “Bun, itu kok cabe kecil2 amat seukuran kuku kelingking. Butuh berapa cabe tuh biar nendang?”. Nah kemudian istri menantang saya untuk makan sambel bawang yang terdiri dari 10 cabe rawit merah ini. Asli, cabenya tidak lebih besar dari jari kelingking tangan anda, keciil. Nah setelah istri saya selesai memasak, saya cocol deh itu sambel bawang. Semenit masih gapa, dua sampe tiga menit kemudian mulut saya sudah kepanasan minta diisi air putih. Padahal saya mencocol itu sambel dalam jumlah yang sedikit. Akhirnya saya malah gak kuat menghabiskan satu cobek kecil sambel bawang tersebut, tapi tetep sih sambil dicocol sedikit-sedikit. Kapok? Gak juga.

Di lain kesempatan, saya masih penasaran. Masa iya sih, cabe seupil gini bisa bikin saya mandi keringet. Akhirnya saya makan sesuap nasi dan makan satu biji saja cabe rawit merah tersebut, demi membuktikan teori cabe Indonesia timur. Daan, selesai melahap 1 suap nasi dan 1 biji seupil cabe rawit, mulut segera ber “Huh-Hah” dan akhirnya saya penuhi mulut dengan air putih panas untuk meredam kedahsyatan pedasnya.  Dan baru-baru ini, saya bikin sambel bawang tersebut dengan komposisi 30 biji cabe rawit merah. Uh, nguleknya saja udah bikin meringis-ringis. Karena saya paham betapa dahsyat pedasnya sambel bawang kali ini (30 cabe loh), saya menuangkan kecap manis supaya rasanya berimbang. Eh ternyata gak ada efeknya loh. Tetap saja saya makan sambil ditemani air dan baju yang basah kuyub karena keringat.

Mungkin Restoran Spesial Sambal (SS) harusnya impor cabe dari Kendari ya…