Kepedesan di Kendari

Balik lagi dengan kisah-kisah saya dalam perjalanan ke Kendari. Tulisan ini masih tentang review kuliner yang sebelumnya saya sudah ulas disini. Nah kali ini adalah tulisan yang tepat untuk anda pecinta se-sambal-an.

Di buku Naked Traveler, Trinity pernah menulis “Semakin ke timur Indonesia, rasa cabe semakin pedas”. Tulisan tersebut sangatlah terbukti kebenarannya. Sewaktu pertama kali ke pasar tradisional di Kendari, saya mencolek istri saya “Bun, itu kok cabe kecil2 amat seukuran kuku kelingking. Butuh berapa cabe tuh biar nendang?”. Nah kemudian istri menantang saya untuk makan sambel bawang yang terdiri dari 10 cabe rawit merah ini. Asli, cabenya tidak lebih besar dari jari kelingking tangan anda, keciil. Nah setelah istri saya selesai memasak, saya cocol deh itu sambel bawang. Semenit masih gapa, dua sampe tiga menit kemudian mulut saya sudah kepanasan minta diisi air putih. Padahal saya mencocol itu sambel dalam jumlah yang sedikit. Akhirnya saya malah gak kuat menghabiskan satu cobek kecil sambel bawang tersebut, tapi tetep sih sambil dicocol sedikit-sedikit. Kapok? Gak juga.

Di lain kesempatan, saya masih penasaran. Masa iya sih, cabe seupil gini bisa bikin saya mandi keringet. Akhirnya saya makan sesuap nasi dan makan satu biji saja cabe rawit merah tersebut, demi membuktikan teori cabe Indonesia timur. Daan, selesai melahap 1 suap nasi dan 1 biji seupil cabe rawit, mulut segera ber “Huh-Hah” dan akhirnya saya penuhi mulut dengan air putih panas untuk meredam kedahsyatan pedasnya.  Dan baru-baru ini, saya bikin sambel bawang tersebut dengan komposisi 30 biji cabe rawit merah. Uh, nguleknya saja udah bikin meringis-ringis. Karena saya paham betapa dahsyat pedasnya sambel bawang kali ini (30 cabe loh), saya menuangkan kecap manis supaya rasanya berimbang. Eh ternyata gak ada efeknya loh. Tetap saja saya makan sambil ditemani air dan baju yang basah kuyub karena keringat.

Mungkin Restoran Spesial Sambal (SS) harusnya impor cabe dari Kendari ya…

Bawalah Kompas Jika ke Jogja

Setiap daerah memiliki keunikan masing-masing, dan terkadang itulah yang tidak dimiliki oleh daerah-daerah lain. Saat sedang berbincang di KRL dengan seorang asal Jakarta yang sering melancong ke Jogja, ia mengakui sering bingung jika bertanya arah kepada orang Jogja. “mas, kalau mau ke toko A gimana?” tanya kawan KRL saya, “Oh, mas nya dari jalan ini terus belok ke timur. Nanti ketemu pertigaan belok ke utara” jawab orang Jogja. Kawan KRL saya pun malah makin gak mudeng mendengar penjelasan wong Jogja. Continue reading

Budget Travel dari Jogja-Pamulang

Ini cerita tentang saya yang baru saja mencicipi nikmatnya low budget travelling. Oke, rute yang saya mau tuju adalah Jogja-Jakarta-Pamulang. Dari Jogja ke Jakarta banyak sekali pilihan moda transportasi, ada pesawat, bis, travel, dan kereta. Biasanya saya naik Bis Ramayana, tapi berhubung saya sering mendengar cerita tentang nikmatnya berkereta api ekonomi AC, saya putuskan mencicipi kereta tersebut. Continue reading